ARUS BALIK

IMG_20160821_162320Tetralogi pulau Buru yang terkenal itu -Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca- tentu bukan satu-satu nya karya Pram. Banyak karya-karya Pram yang sama bagus nya, baik itu cerpen dan atau sebuah catatan peristiwa. Arus Balik adalah salah satu dari sekian banyak karyanya yang gemilang. Penilaian itu tentu tidak tanpa dasar, Arus Balik adalah suatu epos – cerita kepahlawanan – yang berlatar belakang sejarah nusantara sekitar abad 14 atau ketika orang Eropa pertama kali datang ke Nusantara. Buku ini menceritakan dengan apik peristiwa yang terjadi pada saat itu, sejarah tempat, dan yang lebih menjadi buku ini berbobot adalah cerita manusia nusantaranya dengan segala hiruk pikuk nya. Arus Balik merupakan sebuah peristiwa di mana arus kehidupan manusia nusantara pada saat itu bergelombang datang dari arah utara nusantara ke arah selatan nusantara. Segala sendi kehidupan datang dari arus utara – Agama, perdagangan, Budaya, Pertanian, Ilmu Pengetahuan – menggelombang menerjang sendi-sendi kehidupan manusia nusantara saat itu. Arus selatan yang pada awalnya menerjang arus utara, kini lambat-laun menjadi hilang. Kata ‘Arus’ dalam cerita ini menggambarkan datangnya kekuasaan, pengaruh, penderitaan, bahkan pencerahan. Arus selatan yang dulu menerjang diwakili oleh hegemoni Majapahit. Atas kekuasannya, majapahit menerjang arus utara, menghegemoni nusantara. Setelah majapahit runtuh maka Arus utara menerjang sedikit demi sedkit.
Tokoh utama dalam buku ini adalah Galeng, seorang pemuda desa -Pegulat – yang sederhana dan tidak mempunyai cita-cita selain menjadi petani sederhana. Bersama Idayu – kekasihnya – ia mengarungi perjuangan untuk melawan terjangan arus dari utara itu. Kehidupan Galeng dan Idayu terus merangkak naik, dari hanya sebagai anak desa kemudian menjadi tokoh yang dipuja oleh masyrakat Tuban (Buku ini mengambil latar Tuban sebagai latar utama) karena keduanya adalah primadona – Galeng juara gulat, dan Idayu juara tari hingga menjadi orang yang sangat berpengaruh dan tokoh yang menjadi penentu kehidupan di Tuban.
Galeng dan Idayu lambat laun ikut masuk ke dalam tatanan politik Tuban yang mau tidak mau mereka terlibat dalam penentuan nasib Tuban dalam rangka mempertahankan diri dari pengaruh Portugis dan Spanyol (Bangsa Eropa pertama yang mendatangi Nusantara). Kedua bangsa kuit putih itu yang telah memberi pengaruh dalam sendi-sendi kehidupan di Nusantara khususnya perdagangan, mereka mengacak-acik sistem perdagangan Nusantara yang tenang dan lancar. Tuban sebagai salah satu bandar dagang di pulau jawa ikut andil menentukan iklim dagang di Nusantara maka, segala usaha dilakukan oleh penguasa setempat yang sayangnya tidak bertujuan mengusir Portugis dan Spanyol dari Nusantara demi memulihkan perdagangan di Nusantara melainkan tidak mengambil sikap atas mereka. Alhasil terjadi huru-hara, intrik politik, penghianatan oleh para penguasa Tuban terlebih gejolak politik kerajaan-kerajaan kecil (pecahan Majapahit di Pulau Jawa) ikut merongrong.
Arus Balik menceritakan bagaimana Agama Islam mulai dikenal oleh manusia Nusantara. Islam sebagai agama baru mulai memasuki sendi-sendi kehidupan di Nusantara pada saat itu. Kerajaan-kerajaan Islam mulai bermunculan – Pasai Aceh, Malaka, Demak Jawa. Hal yang menjadi menarik adalah diceritakannya proses siar agama ini, dengan cara melakukan pembicaraan-pembicaraan di pedalaman desa pulau-pulau di Nusantara, didirikannya pondok pesantren, Masjid.
Buku ini mnceritakan juga mengenai sejarah tempat di Nusantara misalnya Jakarta, yang asal muasalnya bernama Sunda Kelapa yang berada di bawah kuasa Pajajaran -Kerajaan Hindu di Jawa Barat. Sunda Kelapa ditaklukan oleh seorang tokoh Demak yang dan digantinya menjadi Jayakarta hingga saat ini menjadi Jakarta -Ibu kota Indonesia. Selain itu buku ini menceritakan bagaimana Jagung sebagai panganan masuk ke Nusantara yang dibawa oleh para pedagang luar, dan mengisi jenis panganan yang dapat dimakan. Penyakit-penyakit baru pun mulai dikenal pada zaman itu. Seperti Raja Singa – salah satu penyakit kelamin yang bermula dikenal ketika pendudukan orang-orang Portugis di Tuban dan melakukan suatu aktivitas seksual dengan para korban / penduduk Tuban yang tidak berdaya. TIkus pun mulai dikenal sebagai hewan baru pada masa itu.

Sungai Ciliwung di Jakarta saat ini tidak luput ikut diceritakan dalam buku ini, sungai besar itu pada masa nya digunakan sebagai jalur transportasi untuk mengangkuti hasil bumi dari pedalaman menuju ke pesisir untuk ditukar degan komoditas lainnya, begitu sebaliknya.
Buku ini menceritakan juga mengenai teknologi persenjataan yang mutakhir pada masa itu -Meriam, kepunyaan Portugis dan Spanyol yang berkuasa atas lautan dan daratan. Tidak hanya bangsa eropa yang mempunyai teknologi semacam itu, pribumi pada masa itu mempunya senjata serupa dengan spesifikasi lebih rendah – Cetbang. Suatu meriam mini dengan daya tembak lebih rendah dari Meriam. Cetbang merupakan peninggalan dari Majapahit yang dibuat oleh para ahli saat itu. Berbahan ledak mesiu dengan daya ledak rendah dari pada Meriam yang berdaya ledak tinggi.
Buku Arus Balik ini mempunyai tebal sekitar 750 halaman dengan beragam cerita manusia Nusantara dan Bangsa Eropa yang mendudukinya. Agama, budaya, pertanian, sejarah, ras manusia, ilmu pengetahuan yang telah ada dan yang bermunculan diceritakann dengan padat dan apik.